Jumat, September 14, 2012

Tanjidor

Penampilan Musik Tanjidor di Kawasan Kota Tua Jakarta

Tanjidor dikenal sebagai salah satu jenis musik Betawi yang mendapat pengaruh kuat dari musik Eropa. Pada musik Tanjidor alat musik yang paling banyak dimainkan adalah alat musik tiup, seperti klarinet, piston, trombone serta terompet. Jenis musik ini muncul pada abad ke-18, yang ketika itu dimainkan untuk mengiringi perhelatan atau mengarak pengantin.

wirawandwilazuardy.blogspot.com
Kata "tanjidor" berasal dari kata dalam bahasa Portugis tangedor, yang berarti "alat-alat musik berdawai (stringed instruments)". Tetapi dalam kenyataannya, nama Tanjidor tidak sesuai lagi dengan istilah asli dari Portugis itu. Namun yang masih sama adalah sistem musik (tonesystem) dari tangedor, yakni sistem diatonik atau dua belas nada berjarak sama rata (twelve equally spaced tones). Ansambel Tanjidor terdiri dari alat-alat musik seperti berikut: klarinet (tiup), piston (tiup), trombon (tiup), saksofon tenor (tiup), saksofon bas (tiup), drum (membranofon), simbal (perkusi), dan side drums (tambur).

Pemain tanjidor terdiri dan 7 sampai 10 orang. Mereka mempergunakan peralatan musik Eropa tersebut, untuk memainkan reportoir laras diatonik maupun lagu-lagu yang berlaras pelog bahkan slendro. Tentu saja terdengar suatu suguhan yang terpaksa, karena dua macam tangga nada yang berlawanan dipaksakan pada peralatan yang khas berisi kemampuan teknis nada-nada diatonik. Karena gemuruhnya bahan perkusi, dan keadaan alat-alat itu sendiri sudah tidak sempuma lagi memainkan laras diatonik yang murni, maka adaptasi pendengaran lama kelamaan menerimanya pula.

Menurut beberapa keterangan, orkes itu berasal dari orkes yang semula dibina dalarn lingkungan tuan-tuan tanah, seperti tuan tanah Citeureup, dekat Cibinong. Pada umumnya seniman Tanjidor tidak dapat rnengandalkan nafkahnya dari hasil yang diperoleh dari bidang seninya. Kebanyakan dari mereka hidup dari bercocok tanam, atau berdagang kecil-kecilan.

Para pemain Tanjidor kebanyakan tidak dapat membaca not balok maupun not angka, dan lagu-lagunya tidak pula mereka ketahui dan mana asal-usulnya. Namun semua diterimanya secara aural dari orang-orang terdahulu. Ada kemungkinan bahwa orang-orang itu merupakan bekas-bekas serdadu Hindia Belanda, dan bagian musik. Dengan demikian peralatan musik Tanjidor yang ditemui kemudian tidak ada yang baru, kebanyakan semuanya sudah bertambalan pateri dan kuning, karena proses oksidasi.

Pada zaman dahulu dikala musim mengerjakan sawah, mereka menggantungkan alat-alat musik Tanjidor di rumahnya begitusaja pada dinding gedeg atau papan, tanpa kotak pelindung. Setelah panen selesai, barulah kelompok pemusik tersebut berkutat kembali dengan alat-alat Tanjidor mereka, untuk kemudian menunjukkan kebolehannya bermusik dengan berkunjung dari rumah ke rumah, dari restoran ke restoran dalam Kota Jakarta, Cirebon, melakukan pekerjaannya yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan ngamen atau mengamen.

Musik Tanjidor ini lazimnya akrab dengan perayaan Cina, Cap Co Meh; di Cirebon, terdapat pada jalan masuk kompleks masjid serta Makam Sunan Gunung Jati: merayakan hari besar Islam, atau hari sedekah bumi yang menjadi tradisi masyarakat petani di Cirebon. Diantara lagunya yang terkenal adalah Warung Pojok.

Diantara lagu-lagu lain yang sering dibawakan oleh orkes Tanjidor, antara lain Kramton, Bananas, Cente Manis, Keramat Karam (Kramat Karem), Merpati Putih, Surilang, dll. Lagu Keramat Karam lahir karena peristiwa meletusnya Gunung Krakatau yang menelan banyak korban. Lagu-lagu tersebut dimainkan atas dasar keinginan masyarakat kota Betawi yang pada tahun 1920-an sangat digemari dan dianggap 'lagu baru' pada masa itu. Adapun Lagu Kramton dan Bananas adalah lagu Belanda berirama mars.

Pada perkembangan kemudian lebih banyak membawakan lagu-lagu rakyat Betawi seperti Surilang “Jali-jali dan sebagainya, serta lagu-lagu yang menurut istilah setempat dikenal dengan lagu-lagu Sunda gunung, seperti “Kangaji”, “Oncomlele” dan sebagainya.

Asal Usul Tanjidor:
Menurut peneliti sejarah Paramita Abdurrachman, dalam bahasa Portugis terdapat kata tanger yang berarti "memainkan alat musik". Seorang tangedor hakikatnya seorang yang memainkan alat musik berdawai di dalam ruangan. Istilah tangedores kemudian berarti brass band yang dimainkan pada dawai militer atau pegawai keagamaan.

Sampai sekarang di Portugal tangedores mengikuti pawai-pawai keagamaan pada pesta penghormatan pelindung masyarakat, misal pesta Santo Gregorius, pelindung Kota Lissabon, tangga1 24 Juni. Alat-alat yang dipakai adalah tambur Turki, tambur sedang, seruling dan aneka macam terompet.  Biasanya pawai itu diikuti boneka-boneka besar yang selalu berjalan berpasangan. Satu berupa laki-laki, yang lain perempuan, dibawa oleh dua orang, yang satu duduk di atas bahu orang yang berjalan. Boneka-boneka itu mirip dengan Ondel-ondel Betawi yang mengiringi rombongan Tanjidor.

Pada mulanya mereka memainkan lagu-lagu Eropa karena harus mengiringi pesta dansa, polka, mars, lancier dan lagu-lagu parade. Lambat laun mereka juga mulai memainkan lagu-lagu dan irama khas Betawi. Instrumen yang kuat-kuat ini bisa dipakai turun-temurun. Setelah pemain tidak lagi menjadi bagian dalam rumah tangga orang Barat, lahirlah rombongan-rombongan amatir yang tetap menamakan diri "Tanjidor".

Ahli sejarah Batavia lama, Dr. F. De Haan berpendapat bahwa pemusik keliling ini berasal dari orkes-orkes budak zaman Kompeni. Dalam karyanya berjudul Priangan, de Haan menunjukkan catatan tentang Cornelia de Bevers yang mempunyai 59 orang budak belian dalam tahun 1689. Pembagian kerja di antara para budak itu, antara lain "Tiga atau empat anak laki-laki berjalan di belakang saya dan suami saya kalau kami berjalan keluar, ditambah budak perempuan sejumlah itu pula". Pada waktu makan pasangan suami isteri itu didampingi lima sampai enam budak pelayan meja, kemudian masih ada lagi tiga orang budak laki-laki yang masing-masing bertugas memainkan bas, biola, dan harpa sebagai musik pengiring makan.
Link : Ondel-Ondel
sumber: www.jakarta.go.id

Tidak ada komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...